(Yogyakarta, 25/09/2024) - Taman Budaya Yogyakarta menjadi tuan rumah bagi sebuah sarasehan seni budaya yang mengangkat tema "Perkembangan Ekosistem Film di Yogyakarta." Acara ini dihadiri oleh 50 peserta, terdiri dari masyarakat umum, pelajar, dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah. Sarasehan ini bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika terkini industri film di Yogyakarta dengan melibatkan praktisi, akademisi, dan pemerhati budaya. Diskusi seputar sejarah, tren terbaru, serta tantangan yang dihadapi industri film ini juga diharapkan dapat menggali potensi kolaborasi antara pembuat film lokal dan nasional, demi memperkuat peran Yogyakarta sebagai pusat perfilman di Indonesia.
Acara dibuka oleh Rony Ramadhan, M.Sn, selaku koordinator sarasehan. Dalam pemaparan singkatnya, Rony menjelaskan bahwa dinamika ekosistem film di Yogyakarta saat ini mengalami perubahan signifikan. Pertumbuhan teknologi digital, perubahan selera penonton, serta dinamika sosial-politik telah mempengaruhi cara film dibuat, diproduksi, dan dipasarkan. Ia menyoroti bahwa sejumlah film dari Yogyakarta tidak hanya berhasil secara komersial, tetapi juga memperoleh pengakuan di festival film nasional dan internasional. Ini menjadi indikator bahwa Yogyakarta memiliki potensi besar dalam industri perfilman.
Salah satu narasumber, Siska Raharja, produser dan founder Elora Film, memberikan pemaparan menarik tentang konsep Ekosistem 360 di Yogyakarta. Menurut Siska, pembuat film perlu memikirkan rantai nilai yang lebih luas, di mana proyek film tidak berhenti setelah selesai dibuat. Beliau menekankan pentingnya untuk menciptakan nilai tambah yang dapat dinikmati oleh seluruh elemen masyarakat. Dengan pendekatan ini, ekosistem film di Yogyakarta diharapkan dapat lebih berkelanjutan dan berdampak positif bagi pembuat dan masyarakat.
Suluh Pamuji, Executive Director KDM Cinema dan kurator film, juga menyampaikan pandangannya mengenai peran KDM Cinema dalam pengembangan ekosistem perfilman. KDM Cinema, yang didirikan pada 11 Maret 2016, merupakan organisasi perfilman yang fokus pada pengembangan ekshibisi, apresiasi, dan edukasi film. Suluh menjelaskan bahwa KDM Cinema berupaya menciptakan ruang bagi film-film alternatif agar dapat diterima oleh masyarakat luas. Melalui berbagai program, KDM Cinema berkomitmen untuk mendorong apresiasi terhadap karya-karya sinematik yang memiliki nilai artistik dan budaya.
Diskusi semakin menarik ketika Dyna Herlina Suwarto, Ph.D., dosen Universitas Negeri Yogyakarta dan Co-Founder Jogja Asian Netpac Festival, mengungkapkan pandangannya tentang tantangan yang dihadapi pelaku industri film di Yogyakarta. Beliau mengungkapkan bahwa banyak pelaku industri film berada dalam kondisi yang rentan, baik dari segi pendapatan maupun keselamatan. Dalam menghadapi situasi kerentanan ini, para pelaku industri melakukan apa yang disebut sebagai "creative hustle" suatu tindakan mandiri dan kolektif untuk merespons tantangan yang ada. Dyan menekankan pentingnya solidaritas di antara pembuat film agar mereka dapat saling mendukung dalam menghadapi berbagai kesulitan.
Meskipun terdapat pertumbuhan yang signifikan, industri film di Yogyakarta juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Persaingan yang ketat, akses terhadap teknologi canggih, dan kebutuhan akan pelatihan serta pengembangan keterampilan menjadi isu penting. Di samping itu, kesejahteraan dan kesehatan para pembuat film juga harus diperhatikan agar mereka dapat berkarya secara optimal. Dyan juga menyoroti perubahan pola konsumsi media, di mana meningkatnya popularitas platform streaming mempengaruhi cara film diproduksi dan didistribusikan. Hal ini mengharuskan pembuat film untuk beradaptasi dengan cepat agar tetap relevan di tengah perubahan yang terjadi.
Secara keseluruhan, sarasehan ini berhasil menciptakan ruang dialog yang produktif antara berbagai pihak yang terlibat dalam ekosistem film di Yogyakarta. Melalui pertukaran ide dan pengalaman, peserta diharapkan dapat menemukan solusi bersama untuk mengatasi tantangan yang ada, serta memperkuat kolaborasi antar pelaku industri berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah. Di tengah tantangan yang dihadapi, semangat untuk berkarya dan berinovasi tetap menjadi pendorong utama bagi perkembangan industri film di Yogyakarta. Dengan potensi yang dimiliki, Yogyakarta diharapkan dapat terus mempertahankan posisinya sebagai salah satu pusat perfilman terkemuka di Indonesia, menghasilkan karya-karya yang tidak hanya berkualitas tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sarasehan ini menjadi langkah awal yang baik dalam menciptakan sinergi yang lebih kuat di antara para pelaku industri film, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk terus berkarya dalam dunia perfilman.