(Yogyakarta, 20/6/2025) – Panggung Taman Budaya Yogyakarta kembali menggeliat dalam Parade Teater Linimasa #8 lewat penampilan yang begitu menyentuh dari Teater SD Tumbuh 2. Dalam pertunjukan yang berlangsung Jumat sore itu, anak-anak membawa pesan besar dalam kemasan yang puitis dan imajinatif melalui pementasan bertajuk Planeto, arahan sutradara Paksi Rahas Alit.
Dengan mengusung tema lingkungan, Planeto tampil sebagai pertunjukan yang tak hanya menyajikan dialog, tetapi juga memadukan unsur gerak, visual, dan musik secara harmonis. Musik latar yang digunakan mengalun lembut di awal, membangun suasana damai khas masa kanak-kanak yang penuh imajinasi dan keceriaan. Namun, seiring perubahan yang terjadi dalam alur cerita ketika pepohonan mulai mengering dan polusi merajalela musik berubah menjadi lebih suram dan dramatis, menggambarkan atmosfer kehancuran yang melanda planet kecil itu.
Pertunjukan ini dibawakan dengan semangat luar biasa oleh para pemain cilik yang mampu mengeksplorasi peran mereka secara ekspresif. Gerak tubuh mereka komunikatif, penggunaan properti seperti daun-daunan kering, sampah plastik, serta pencahayaan temaram membuat suasana kian hidup dan menyentuh. Tak jarang penonton terlihat larut dalam emosi ada yang menghela napas panjang, ada pula yang diam termenung saat adegan sampah menguasai Planeto.
Cerita Planeto sendiri membawa penonton menjelajahi sebuah dunia imajinatif yang dahulu subur dan indah, namun kini hanya tersisa kenangan dan keputusasaan akibat ulah manusia. Di tengah kondisi yang suram, muncul tokoh-tokoh yang mencoba membangun roket untuk melarikan diri dari planet rusak tersebut. Namun, alih-alih melarikan diri, pesan dari roh pohon tua mengubah arah cerita: “Masih ada harapan di balik cakrawala. Carilah harapan itu di ujung pelangi.” Kalimat ini menjadi titik balik emosional dalam pertunjukan.
Alih-alih menyerah, para tokoh memutuskan untuk bertahan. Mereka memilih untuk melawan Kerajaan Sampah yang telah menguasai Planeto. Adegan klimaks diiringi dengan musik yang heroik dan cahaya panggung yang mulai berubah cerah. Tunas-tunas mulai tumbuh di bawah pelangi, simbol harapan baru. Penonton pun bersorak kecil ketika Sage, sang penjaga alam, memanggil sahabat-sahabat tanaman untuk melawan dan membersihkan bumi.
Respons penonton begitu positif terutama para orang tua dan pemerhati seni yang tampak terkesima dengan kedalaman pesan yang dibawakan oleh anak-anak. Banyak yang tidak menyangka bahwa isu serius seperti krisis lingkungan bisa dibawakan dengan begitu menyentuh dan menyenangkan oleh pemain seusia mereka. Anak-anak pun terlihat percaya diri, tidak sekadar tampil, tetapi menyampaikan narasi yang menggugah dengan penuh semangat.
Pementasan Planeto menegaskan bahwa seni, bahkan ketika dibawakan oleh anak-anak, tetap memiliki kekuatan untuk menyuarakan kepedulian yang besar terhadap kehidupan. Penonton tidak hanya disuguhkan tontonan, tetapi juga diajak merenung tentang kondisi bumi yang tak lagi sehat. Alam yang kita tinggali kini sedang menghadapi kerusakan nyata, dan pementasan ini menjadi seruan bahwa tanggung jawab merawatnya harus kita mulai sejak sekarang dengan kesadaran, aksi nyata, dan harapan.
Dengan iringan musik yang menyentuh, penampilan penuh semangat, dan pesan kuat yang tersampaikan secara apik, Planeto berhasil menjadi highlight dalam rangkaian Parade Teater Linimasa #8. Sebuah bukti bahwa teater bisa menjadi ruang edukasi sekaligus refleksi, bahkan melalui suara dan imajinasi anak-anak.