(Yogyakarta, 18/10/2024) - Rangkaian acara Parade Teater Linimasa #7 di Taman Budaya Yogyakarta telah berlangsung sejak tanggal 16 Oktober dan ditutup dengan meriah pada tanggal 18 Oktober. Penutupan ini menampilkan dua pertunjukan yang saling melengkapi dan memberikan wawasan mendalam tentang isu-isu sosial dan budaya yang relevan di masyarakat.
Pertunjukan pertama dibuka oleh komunitas Young Artist From Yogyakarta dengan judul "POV: Ziarah Sarkem Dulu, Kini, dan Nanti." Disutradarai oleh Ahmad Suharno M.Sn, pertunjukan ini menggali kehidupan para pekerja seks komersial (PSK) yang menjadi bagian dari sejarah Sarkem, sebuah kawasan yang sarat dengan konteks sosial dan historis.
Ahmad Suharno berusaha menyusun kisah hidup para PSK dalam bentuk dramatik yang mendalam, menggambarkan berbagai peristiwa yang mengungkap realitas pahit yang mereka hadapi. Kisah-kisah tentang pertengkaran antar pelanggan, kecemburuan para mucikari, dan konflik antara para istri yang kehilangan suami mereka karena terjebak dalam hubungan dengan PSK, semuanya dirajut menjadi satu narasi yang kuat.
Melalui pertunjukan ini, penonton diajak untuk melihat Sarkem tidak hanya sebagai tempat, tetapi juga sebagai ruang yang memiliki cerita-cerita kompleks di dalamnya. Film dokumenter yang ditampilkan bersamaan memberikan konteks tambahan tentang sejarah Sarkem, menambah bobot emosional dari pertunjukan ini. Dengan penggambaran yang realistis dan mendalam, penonton mendapatkan kesempatan untuk memahami sudut pandang yang seringkali terpinggirkan dalam masyarakat.
Setelah pertunjukan dari Young Artist, panggung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta menampilkan Komunitas Manah Ati dengan karya berjudul "Sidang Akhir Malam." Pertunjukan ini lahir dari kegelisahan akan dampak pembangunan Jalur Jalan berskala nasional di wilayah Gunungkidul, kaya akan nilai-nilai budaya serta lingkungan yang terjaga selama berabad-abad.
Cerita ini mengeksplorasi benturan antara modernisasi dan pelestarian budaya. Konflik utama berpusat pada Indra, seorang mahasiswa yang menemukan manuskrip kuno. Temuan ini membawanya ke sidang gaib oleh roh-roh penjaga, yang mengadili manusia atas kerusakan akibat proyek pembangunan.
Pertunjukan ini menyoroti dampak pembangunan tidak terkendali terhadap warisan budaya dan spiritual masyarakat. Elemen surealisme dalam "Sidang Akhir Malam" menambah daya tarik, membuat penonton merenungkan hubungan antara dunia nyata dan spiritual. Dengan dialog tajam dan reflektif, pertunjukan ini mengajak kita untuk mempertimbangkan dampak modernisasi terhadap identitas lokal dan warisan budaya.
Kedua pertunjukan dalam penutupan Linimasa #7 ini menyajikan gambaran yang mendalam tentang bagaimana perubahan sosial dan budaya dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. "POV: Ziarah Sarkem Dulu, Kini, dan Nanti" memberikan suara bagi mereka yang sering terpinggirkan, sementara "Sidang Akhir Malam" mengingatkan tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kemajuan dan pelestarian.
Melalui karya-karya ini, Taman Budaya Yogyakarta tidak hanya menjadi wadah bagi seni pertunjukan, tetapi juga ruang refleksi bagi masyarakat untuk berpikir kritis tentang isu-isu yang dihadapi. Linimasa #7 berhasil menyentuh aspek-aspek kehidupan yang sering kali diabaikan, membangun kesadaran akan pentingnya menjaga warisan budaya di tengah arus modernisasi yang terus mengalir.
Dalam penutupan yang meriah ini, penonton diajak untuk tidak hanya menikmati pertunjukan, tetapi juga merenungkan perjalanan yang telah dilalui masyarakat khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebuah penegasan bahwa seni, dalam segala bentuknya, adalah cermin dari realitas kehidupan yang tak terpisahkan dari sejarah dan budaya. Taman Budaya Yogyakarta kembali membuktikan perannya sebagai pusat kreativitas dan refleksi, yang menghadirkan pertunjukan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan menggugah kesadaran.