(Yogyakarta, 13/11/2024) – Taman Budaya Yogyakarta (TBY) kembali menjadi saksi dari berakhirnya rangkaian Pentas Rebon edisi tahun 2024. Pertunjukan tahunan yang sangat dinantikan ini menghadirkan tiga pertunjukan seni yang memukau, serta menjadi penutupan dari acara yang telah dimulai sejak awal tahun tersebut.
Acara kali ini dipandu oleh dua MC enerjik, Dhani dan Harin, yang menghidupkan suasana di TBY. Sebelum dimulai, acara diawali dengan mengheningkan cipta sebagai penghormatan untuk almarhumah Dra. Yuliana Eni Lestari Rahayu, Kepala Bidang Adat Tradisi, Lembaga Budaya, dan Seni Dinas Kebudayaan DIY, yang meninggal dunia pada tanggal 11 November 2024. Kepergian beliau meninggalkan duka mendalam di dunia seni dan budaya Yogyakarta. Sebagai tanda penghormatan, segenap hadirin mendoakan beliau dalam keheningan sejenak. Setelah momen tersebut, acara dilanjutkan dengan tiga pertunjukan utama yang menghibur sekaligus sarat makna.
Salah satu pertunjukan yang mengisi pentas kali ini adalah sebuah ketoprak berjudul Pangurbanan yang dibawakan oleh grup kesenian dari Kabupaten Gunung Kidul. Pertunjukan ini mengisahkan tentang pencarian pelaku pembakaran lumbung pangan Mataram yang terjadi di Galuh Sunda. Berawal dari keserakahan segelintir orang yang bersekongkol dengan Kumpeni (Belanda), kebakaran tersebut dianggap sebagai ancaman bagi Mataram. Kisah ini dipenuhi dengan intrik, di mana seorang telik sandi Mataram bernama Wiseso ditugaskan untuk menyelidiki kejadian tersebut.
Keberanian Wiseso dalam melakukan penyelidikan membawa dirinya pada sebuah kenyataan ganjil, di mana Tumenggung Bahurekso bersama prajurit Mataram akhirnya menuduh Kikarso sebagai pelaku pembakaran lumbung pangan. Kikarso, seorang pahlawan di mata keluarganya, justru dianggap sebagai penghianat oleh Mataram. Konflik batin ini menggambarkan bagaimana keserakahan demi kekuasaan dapat membuat seorang individu terjebak dalam dilema antara pengkhianatan dan pengorbanan.
Pertunjukan selanjutnya yang tak kalah menarik adalah teater berjudul Baridin In Love yang dibawakan grup kesenian dari Kota Yogyakarta, mengisahkan kehidupan pada era 1990-an. Pada masa itu, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah impian banyak orang, yang dianggap sebagai jalan menuju kehidupan yang mapan dan terhormat. Baridin, seorang pelajar SMK yang berasal dari keluarga miskin, menjalin hubungan cinta dengan Cempluk, anak seorang yang terpandang di kampung mereka. Namun, hubungan itu mendapat tentangan keras dari ibu Cempluk, yang merasa Baridin tak memiliki masa depan karena status sosialnya yang rendah.
Ketegangan semakin meningkat ketika Baridin bertemu dengan Jayeng Mulyono, seorang yang mengaku sebagai agen tenaga kerja dari lembaga pemerintah. Jayeng menawarkan solusi kepada Baridin dengan cara meminta sejumlah uang sogokan agar bisa menjadi PNS. Terbuai dengan tawaran tersebut, Baridin dan keluarganya akhirnya tergiur untuk mengeluarkan uang demi mewujudkan impian Baridin menjadi seorang PNS. Namun, setelah menghadap ke kantor Departemen, Baridin mendapati kenyataan pahit: semua itu adalah kebohongan belaka. Melalui kisah ini, penonton diajak merenung tentang pengaruh keserakahan dan ketidakjujuran dalam meraih cita-cita.
Tak ketinggalan, pentas kali ini juga menyuguhkan Dagelan Mataraman berjudul Si Manis Jembatan Ambrol, yang menghadirkan cerita penuh humor namun sarat makna. Cerita ini mengisahkan tentang Srundeng, yang melakukan segala cara dan pengorbanan demi mendapatkan restu orang tua untuk bisa menikahi Anis, gadis pujaannya. Dengan berbagai trik dan usaha, Srundeng berusaha meyakinkan orang tua Anis bahwa dirinya layak untuk menjadi calon suami. Namun, dalam perjalanannya, Srundeng dihadapkan pada berbagai rintangan dan tantangan yang penuh tawa, namun juga menyentuh sisi-sisi perjuangan cinta yang sejati. Dagelan ini tidak hanya mengundang tawa, tetapi juga menyampaikan pesan moral yang dalam tentang kesungguhan dan pengorbanan dalam mencintai seseorang, meskipun melalui berbagai rintangan dan tantangan.
Pentas Rebon kali ini benar-benar memberikan pengalaman yang berkesan. Setiap pertunjukan menyajikan kisah yang tak hanya menghibur, tetapi juga mengajak penonton untuk merenung tentang nilai-nilai kemanusiaan, cinta, dan perjuangan hidup. Para seniman dan pengisi acara telah memberikan sajian seni yang tidak hanya mengandalkan hiburan, tetapi juga menghadirkan pesan moral yang dalam.
Di akhir acara, para penonton diberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman mereka tentang pertunjukan yang baru saja disaksikan. Hal ini membuka ruang bagi dialog dan apresiasi atas karya seni yang telah ditampilkan. Tidak terasa, Pentas Rebon edisi 2024 pun berakhir dengan penuh kegembiraan, namun juga harapan untuk bisa bertemu kembali dalam edisi berikutnya di tahun 2025.