(Yogyakarta, 08/11/2025) — Taman Budaya Yogyakarta (TBY) kembali diramaikan oleh tawa dan irama tradisional pada Sabtu (08/11/2025), menandai hari keempat rangkaian Pentas Akhir Bimbingan Seni Art For Children (AFC) 2025. Semangat dan antusiasme peserta dan penonton tak surut, menjadi penanda keberlangsungan pesta kreasi anak di Gedung Societeit Militaire. 

Hari keempat ini menyuguhkan ragam pertunjukan, mulai dari Karawitan yang membawa kehangatan melodi Jawa, Tari Kreasi Baru yang menunjukkan eksplorasi gerak kontemporer anak, hingga pementasan Komedi yang berhasil memecah tawa penonton. Aksi para penampil cilik dari berbagai kelompok usia berhasil memikat dan mencuri perhatian seluruh penonton. 

Keceriaan panggung semakin hidup dengan kehadiran Firman Putra, yang piawai memandu jalannya acara. Dengan gaya interaktif, ia berhasil menjaga energi dan antusiasme penonton di setiap transisi antarpenampilan talenta anak bimbingan seni AFC. 

“Mupoyo Bareng”: Harmoni Gamelan untuk Pemersatu Bangsa

Penampilan perdana dibuka apik oleh AFC Karawitan dengan judul “Langen Carito Mupoyo Bareng”. Mupoyo Bareng, yang dalam bahasa Jawa berarti berusaha bersama, tidak hanya menunjukkan kemahiran dalam memainkan gamelan dan vokal, tetapi juga menanamkan kesadaran untuk menjaga nilai-nilai persatuan bangsa. Harmoni gamelan yang terjalin berhasil memukau para penonton. 

Selepas penampilan, panggung menyorot sosok penting di balik Karawitan AFC. Salah satu pengampu, Wahyudi, berbagi esensi di balik proses kreatif para siswa. “Namanya seni itu tidak bisa seenaknya bisa langsung jadi. Segala sesuatunya pasti mengalami dengan proses,” ujarnya. 

Lebih lanjut, Wahyudi menegaskan misi mereka, “Ini perjalanan panjang, dimana kita punya misi bersama untuk menjaga kearifan lokal kita tetap terjaga.”

Eksplorasi Gerak dan Makna di Tari Kreasi 

Panggung beralih ke kelompok AFC Tari Kreasi dengan judul “Jenana Wayang”, mengambil pijakan dari tari klasik gaya Yogyakarta. Tarian ini menceritakan tentang seorang anak yang penasaran dengan cara memainkan wayang kulit. Jenana (Sansekerta: pengetahuan) diekspresikan melalui gerakan energik yang memadukan unsur klasik dengan sentuhan menyerupai wayang, sukses memukau penonton.

Selanjutnya, tari kreasi baru “Endah Gemericik” menyajikan keluwesan dan kegagahan dari prajurit wanita. Tarian ini berfokus pada elemen “gemericik” (kerincingan) yang dikenakan penari memiliki makna kehadiran setelah kemenangan dalam pertempuran. Perpaduan gerak lincah, bunyi kerincing dinamis, dan pekikan yang dilantangkan para penari menciptakan kolaborasi yang apik, menambah semangat dan daya tarik pementasan. 

Usai dua penampilan tari, para pengajar diundang ke atas panggung. Yayuk, salah satu pengajar membagikan rahasia dedikasi para penari. Ia menekankan bahwa hubungan dengan siswa terjalin layaknya konco dewe (teman sendiri), sehingga proses belajar menjadi menyenangkan dan berfokus pada aspek bermain. 

“Pokoknya kita sama anak-anak itu sudah, apa ya, konco dewe,” ungkapnya. 

Komedi Sarat Pesan: “Mergo Barang Gepeng”

Penampilan dilanjutkan dengan pertunjukan Komedi “Mergo Barang Gepeng”. Dengan humor dan gimmick lokal yang sarat, pementasan ini menceritakan kasus perundungan akibat Barang Gepeng (gawai/HP), yang memaksa ibu korban menjadi Ledek Gogek, sebuah tradisi seni Yogyakarta. Dengan dialog ringan dan adegan lucu, pertunjukan ini berhasil menyampaikan pesan mengenai bahaya perundungan (bullying) dan tekanan sosial akibat kepemilikan gawai. 

Toelis, pengampu AFC Komedi, mengungkapkan bahwa pelatihan mereka dirancang agar siswa mendapatkan pengalaman yang komplit. “Khusus di komedi, kami memberikan kesempatan anak-anak menguasai sutradara, ilmu akting, kemudian improvisasi, tari, musik, nyanyi. Jadi, semua diberikan untuk anak-anak,” ujarnya. 

Apresiasi Mengalir, AFC Diharap Terus Berkembang

Rangkaian acara ditutup dengan seruan semangat di akhir acara “Salam AFC: Hebat, Gembira, Istimewa!”, meninggalkan kesan bahagia bagi peserta, pengampu, dan penonton. 

Antusiasme penonton terlihat jelas, salah satunya dari Rahma. Ia menyampaikan bahwa ia merasa antusias selama menonton dan mengapresiasi anak-anak dalam mencari jati diri melalui seni dan melestarikan budaya Jawa. 

Tak hanya itu, harapan juga datang dari Annisa, “Kedepannya, program AFC dan Taman Budaya ini semoga lebih bisa banyak menyerapkan anak-anak yang kreatif dan pelaksanaan seleksinya lebih baik lagi,” katanya. 

TBY sebagai Wadah Ekspresi Seni Anak

Pentas akhir tahun ini menegaskan peran Taman Budaya Yogyakarta sebagai wadah penting bagi pengembangan kreativitas dan bakat seni anak-anak di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya melalui program Art For Children (AFC) yang mencakup beragam cabang seni. Lebih dari sekadar pertunjukan, ini adalah warisan budaya yang terus ditanamkan menjadi janji bahwa kreativitas anak Yogyakarta akan selalu istimewa.