(Yogyakarta, 15/10/2025) — Nandur Srawung menggelar kegiatan edukatif dan budaya bertajuk “Alasoran Ben Lasor”, sebuah program yang dirancang untuk mengajak masyarakat menyelami tradisi Madura sebagai refleksi nilai sosial, spiritual, dan kebersamaan. Acara yang berlangsung meriah di Gedung Militaire Societeit pada Rabu (15/10) ini menghadirkan Ma’rifatul Latifah.

Ma’rifatul Latifah memandu program Alasoran Ben Lasor untuk mendalami budaya lokal Madura melalui praktik membuat Sambal Bijen (Serundeng Wijen). Lebih dari sekedar resep, kegiatan ini berfungsi sebagai sarana untuk memahami makna budaya, praktik doa bersama, dan membangun momen kolektif yang membentuk rasa syukur serta harmoni antar sesama. 

Sambal Bijen: Elemen Wajib Alasoran Ben Lasor

Dalam kesempatan tersebut,  Ma’rifatul Latifah atau akrab disapa Mia menjelaskan bahwa Sambal Bijen merupakan salah satu elemen penting yang wajib hadir dalam tradisi Alasoran Ben Lasor. Ia menyebutkan bahwa sambal bijen ini didampingi oleh sambal berbahan dasar lain, seperti kelapa, serta varian olahan dari jagung dan kacang-kacangan.

“Sambal Bijen itu merupakan salah satu elemen penting yang wajib hadir dalam tradisi Alasoran Ben Lasor,” ujarnya. 

Ia menambahkan, “Sambal bijen ini tidak berdiri sendiri, melainkan didampingi oleh sambal atau serundeng berbahan dasar lain, seperti kelapa yang kami sebut nyor, serta varian olahan dari jagung dan kacang-kacangan. Kehadiran berbagai elemen ini melambangkan keberagaman hasil bumi dan rasa syukur yang lengkap.” 

Refleksi Syukuran dan Momen Penting Kehidupan

Di sela-sela kegiatan membuat sambal bijen, ia menjelaskan bahwa tradisi Alasoran Ben Lasor memiliki makna yang serupa dengan praktik syukuran yang dikenal di Budaya Jawa. Tradisi ini bertujuan untuk mengingat Tuhan Yang Maha Esa dan hadir di momen-momen penting kehidupan masyarakat Madura. 

“Alasoran Ben Lasor itu adalah wujud rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terutama atas hasil panen. Selain itu, digunakan saat untuk mengenang orang yang sudah meninggal, terus juga rasa syukur terhadap kelahiran, sebuah kelahiran, atau rasa syukur dari anak, orang tua yang memiliki hajatan terhadap anaknya, seperti itu,” tutupnya. 

Setelah para peserta selesai membuat sambal bijen, kegiatan dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh salah satu rekan Ma'rifatul Latifah. Sesi ini merupakan puncak dari tradisi Alasoran Ben Lasor. Usai berdoa, para peserta kemudian menyantap makanan bersama berupa tumpeng, termasuk olahan dari kelapa, dan sambal yang telah mereka buat. 

Kebersamaan dan Harapan

Suasana keakraban terasa kental saat para peserta menikmati santapan bersama, sekaligus merayakan makna kebersamaan yang menjadi inti dari tradisi Alasoran Ben Lasor. Dalam kesempatan tersebut, Ma'rifatul Latifah menyampaikan harapan agar kegiatan ini menjadi sarana saling tukar informasi, khususnya tentang makanan khas Madura.

“Kegiatan ini dapat menjadi wadah guna saling tukar informasi, pengetahuan, serta (mengenal) masakan apa saja yang ada di Madura. Tanpa harus jauh-jauh ke Madura, ternyata tradisi ini bisa dibawakan ke Yogyakarta dan kita bisa saling bertukar sinergi,” ungkapnya di akhir pertemuan. 

Dengan berakhirnya acara ini, Nandur Srawung melalui Taman Budaya Yogyakarta (TBY) menegaskan komitmennya untuk terus mengenal dan mendekatkan praktik-praktik budaya kepada masyarakat, sekaligus mengajak semua pihak untuk lebih memahami dan melestarikan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.