(Yogyakarta, 9 Juli 2025) — Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Kundha Kabudayan DIY) kembali menggelar Lomba Cerdas Cermat Museum (LCCM) tingkat SMP/MTs se-DIY. Bertempat di Societet Militair, Taman Budaya Yogyakarta, kegiatan ini mengusung tema “MONCER” — singkatan dari bersinar dan cemerlang — yang mencerminkan harapan agar museum menjadi sumber cahaya pengetahuan dan inspirasi bagi generasi muda.
LCCM 2025 dibuka secara resmi oleh Drs. Budi Husada, Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Sejarah, Bahasa, Sastra, dan Permuseuman. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya museum sebagai ruang pelestarian dan pemanfaatan warisan budaya bangsa.
“Museum bukan hanya tempat menyimpan benda bersejarah, tetapi juga gudang pengetahuan yang terus berkembang. Ia menjadi ruang edukasi, inspirasi, dan pemantik kreativitas yang mampu menumbuhkan ide-ide segar dari kekayaan budaya kita,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pelajar di tingkat SMP/MTs merupakan kelompok usia yang sangat tepat untuk dikenalkan pada nilai-nilai sejarah dan kebudayaan melalui pendekatan yang menyenangkan.
“LCCM ini menjadi cara yang efektif untuk memperkenalkan museum kepada pelajar. Harapannya, museum tak hanya menjadi tempat rekreasi, tetapi juga ruang bermain dan belajar yang menyenangkan serta relevan dengan zaman,” tambahnya.
Lima Sekolah, Satu Semangat
Sebanyak lima sekolah dari kabupaten/kota se-DIY ambil bagian dalam lomba tahun ini. Mereka adalah SMPN 1 Semin (Gunungkidul), SMPN 1 Sewon (Bantul), SMPN 1 Wates (Kulon Progo), SMPN 2 Ngaglik (Sleman), dan SMP Pangudi Luhur Yogyakarta (Kota Yogyakarta). Masing-masing tim terdiri dari tiga siswa terbaik yang telah diseleksi oleh sekolah.
Lomba dibagi ke dalam empat babak utama: Cepat Tepat, Benar atau Salah, Wajib Rebut, dan Soal Rebutan. Penilaian dilakukan oleh tiga dewan juri yang kompeten di bidang sejarah, pendidikan, dan kebudayaan, yakni Rooseline Linda Octina (Dosen ISI Yogyakarta), V. Agus Sulistiya, S.Pd., M.A. (Kepala Unit Museum Perumusan Naskah Proklamasi), dan Jujun Kurniawan, S.S., M.A. (Arkeolog Profesional).
Rooseline Linda Octina menyampaikan bahwa kompetisi semacam ini menjadi cara menarik untuk menanamkan kecintaan terhadap sejarah sejak dini.
“Melalui cerdas cermat, siswa belajar dengan cara yang menyenangkan. Mereka tidak hanya menghafal, tetapi juga berdiskusi dan menganalisis. Itu modal penting dalam membangun daya pikir kritis,” jelasnya.
Sementara itu, Jujun Kurniawan menambahkan bahwa pengenalan museum sejak SMP akan memperkuat keterikatan generasi muda dengan identitas budayanya.
“Kalau sejak SMP mereka akrab dengan museum, maka akan tumbuh rasa memiliki. Ini penting untuk keberlanjutan pelestarian warisan budaya,” katanya.
Persaingan Ketat dan Sorak Sorai Pendukung
Suasana lomba berlangsung meriah dan kompetitif. Sorak sorai dari pendukung masing-masing sekolah menambah semangat peserta. Di setiap babak, para peserta diuji dalam kecepatan, ketepatan, hingga keberanian mengambil risiko, terutama di babak ‘Soal Rebutan’ yang menjadi penentu akhir.
Menjelang pengumuman pemenang, suasana dibuat lebih cair melalui penampilan hiburan. Seorang siswi dari SMPN 2 Ngaglik menyanyikan lagu “Kangen” milik Dewa 19 dan berhasil mencairkan ketegangan para finalis.
Setelah melalui penilaian ketat, dewan juri menetapkan SMPN 1 Sewon Bantul sebagai Juara I LCCM 2025. Disusul SMP Pangudi Luhur Yogyakarta sebagai Juara II, dan SMPN 1 Wates Kulon Progo di posisi Juara III. Kategori yel-yel terbaik diraih oleh SMPN 1 Wates Kulon Progo dan SMPN 1 Sewon Bantul, yang tampil atraktif dan penuh semangat.
V. Agus Sulistiya, salah satu juri, mengapresiasi antusiasme peserta dan kreativitas para pendukung.
“Ini bukan hanya lomba, tapi ruang belajar yang sangat kaya. Setiap tim tampil luar biasa. Saya harap kegiatan seperti ini bisa terus digelar secara berkelanjutan,” tuturnya.
Lebih dari Sekadar Kompetisi
LCCM bukan sekadar ajang untuk mengukir prestasi, tetapi juga menjadi jembatan untuk mengenalkan nilai-nilai sejarah dan kebudayaan secara kontekstual. Melalui pendekatan kompetisi yang dinamis dan penuh interaksi, para pelajar diajak untuk lebih dekat dengan museum — bukan hanya sebagai tempat menyimpan benda kuno, tetapi sebagai ruang yang hidup dan memberi makna.
Penyelenggaraan lomba ini menjadi bukti komitmen Pemerintah Daerah DIY dalam mendorong pelestarian budaya lewat pendidikan generasi muda. Harapannya, semangat “MONCER” tak hanya menjadi slogan, tetapi juga menjadi semangat kolektif dalam menjadikan museum sebagai ruang yang bersinar — bagi pengetahuan, inspirasi, dan masa depan.