(Yogyakarta, 12/2/2025) - Sarasehan Seni Budaya kembali hadir tahun ini sebagai momen penting dalam perkembangan budaya tradisional Yogyakarta, melalui acara Sarasehan Kethoprak yang diselenggarakan di ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta. Kegiatan ini diadakan untuk memperingati Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang ke-270, menjadi kesempatan berharga untuk menggali lebih dalam peran kethoprak sebagai salah satu produk budaya yang tidak hanya bertahan, tetapi juga terus bertransformasi seiring waktu.

Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari para pelaku seni kethoprak, mahasiswa, hingga siswa sekolah. Diskusi yang berlangsung membuka wawasan tentang bagaimana kethoprak, yang awalnya merupakan bentuk kesenian tradisional, kini memiliki peran yang lebih luas dalam kehidupan masyarakat. Tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pembelajaran, ekonomi, dan bahkan propaganda yang mampu mencatat perjalanan sejarah. Dengan demikian, kethoprak bukan hanya sekadar pertunjukan teater, tetapi sebuah cermin yang merefleksikan dinamika kehidupan budaya dan sosial di Yogyakarta.

Sarasehan Kethoprak ini menghadirkan tiga narasumber yang sangat berpengalaman dalam dunia pertunjukkan Yogyakarta, yaitu RM Kristiadi S.Sn, Hargi Sundari, dan Ari Purnomo. Dalam diskusi tersebut kethoprak digambarkan sebagai salah satu kesenian yang sangat dinamis. RM Kristiadi, seorang pengamat budaya dan perwakilan media, dalam materinya berjudul "Belajar Kesejarahan Jogja Lewat Kethoprak", menjelaskan bagaimana kethoprak menjadi sarana yang tidak hanya untuk menikmati hiburan, tetapi juga untuk mempelajari sejarah dan nilai-nilai kehidupan. Menurutnya, kethoprak adalah media yang mampu mendidik masyarakat, khususnya dalam memahami konteks sosial dan sejarah yang terjadi di Yogyakarta, dari masa lalu hingga saat ini.

“Kethoprak mengalami transformasi signifikan sejak pertama kali muncul di masyarakat. Awalnya, kethoprak hanya digunakan sebagai hiburan rakyat yang menceritakan kisah-kisah epik, namun kini, bentuknya yang semakin modern menjadikannya alat yang sangat efektif dalam menyampaikan pesan-pesan penting, baik itu dalam bidang budaya, politik, maupun ekonomi. Melalui kethoprak, penonton bisa menyaksikan pertunjukan yang memuat nilai-nilai kehidupan, seperti etika, sopan santun, dan pelajaran tentang bagaimana menjalani hidup dengan bijak.” tutur RM Kristiadi

Ia juga menekankan dalam menghadapi perkembangan pertunjukkan dunia yang semakin pesat, diperlukan adaptasi dan regenerasi dalam setiap penampilan Kethoprak. Salah satunya adalah dalam pengembangan cerita. Untuk menarik minat generasi muda, riset yang mendalam sangat penting dilakukan sebagai bentuk adaptasi dengan perkembangan zaman. 

“Pengembangan cerita dalam Kethoprak harus melalui riset yang melibatkan berbagai sumber, baik primer, sekunder, maupun tersier. Hal ini penting agar tidak terjadi pengulangan dialog yang monoton dalam setiap pertunjukan Kethoprak,” tambahnya.

Hargi Sundari, seorang pelaku seni kethoprak perempuan, berbagi pengalaman menariknya dalam memerankan tokoh-tokoh penting dalam sejarah, yang kemudian diangkat dalam pertunjukan kethoprak. Dalam presentasinya yang berjudul "Suka Duka Memerankan Tokoh-Tokoh Penting dalam Sejarah", Hargi Sundari mengungkapkan tantangan dan kepuasan yang ia rasakan ketika berperan sebagai tokoh sejarah, seperti Nyi Ageng Serang atau tokoh-tokoh perempuan penting lainnya dalam perjuangan sejarah Yogyakarta. Melalui kethoprak, ia merasa bisa mengenalkan tokoh-tokoh sejarah kepada generasi muda dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami.

“Peran Kethoprak dalam memperkenalkan sejarah kepada masyarakat sangatlah penting. Banyak generasi muda yang tidak sepenuhnya memahami sejarah panjang Yogyakarta. Namun, dengan kethoprak, sejarah ini bisa disampaikan secara dramatis dan lebih hidup. Setiap gerak tubuh, ekspresi, dan dialog dalam pertunjukan membawa pesan yang lebih mendalam tentang betapa pentingnya peran tokoh-tokoh sejarah dalam pembentukan Yogyakarta” tutur Hargi Sundari.

Ari Purnomo, seorang praktisi seni, penulis naskah, dan sutradara kethoprak, dalam paparanya yang berjudul "Kethoprak Sebagai Media dan Penanda", mengajak para peserta untuk lebih memaknai kethoprak sebagai media yang tidak hanya menghibur, tetapi juga sebagai penanda perkembangan zaman. 

“Kethoprak itu kesenian yang sangat fleksibel dalam mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat. Tak hanya berfungsi sebagai hiburan, namun juga sebagai sarana untuk menyampaikan berbagai macam pesan sosial, politik, dan budaya,” ucap Ari Purnomo.

Ari juga menjelaskan, peran kethoprak dalam dunia pendidikan dan budaya semakin penting seiring dengan perkembangan zaman. Dengan mengangkat kisah-kisah sejarah, kethoprak tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk menjaga keberlanjutan nilai-nilai tradisi dan mengajarkan masyarakat tentang pentingnya mengenal jati diri dan sejarah bangsa.

“Kethoprak adalah media yang tak hanya menyuguhkan cerita, tetapi juga berfungsi sebagai pengingat dan penanda perjalanan sejarah yang terus berkembang” tambahnya.

Melihat peran kethoprak yang semakin besar, tidak hanya sebagai sebuah bentuk seni, tetapi juga sebagai bagian dari identitas dan kebanggaan masyarakat Yogyakarta, acara sarasehan ini memberikan gambaran betapa pentingnya kesenian tradisional untuk terus dilestarikan. Kethoprak tidak hanya sekadar menjadi pertunjukan panggung yang memikat, namun juga menjadi sarana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya, mengenalkan tokoh-tokoh sejarah, dan bahkan membentuk karakter generasi penerus bangsa.

Dengan adanya acara seperti Sarasehan Kethoprak, harapan bahwa seni tradisional ini dapat terus berkembang dan memberi pengaruh positif bagi masyarakat semakin kuat. Kethoprak akan terus bertransformasi, mengingat Yogyakarta adalah kota yang kaya akan sejarah dan budaya, dan kethoprak akan selalu menjadi salah satu ikon yang memelihara dan mengenalkan sejarah Jogja, baik untuk generasi sekarang maupun masa depan.

Kegiatan ini menjadi bukti bahwa seni tradisional, khususnya kethoprak, memiliki kekuatan untuk melestarikan budaya, mengedukasi, serta menginspirasi masyarakat. Melalui kethoprak, kita dapat terus mengenang perjalanan sejarah Yogyakarta yang tidak hanya ada dalam buku-buku sejarah, tetapi juga dalam seni dan budaya yang hidup di tengah masyarakat.