(Yogyakarta, 05/08/2024) - Ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta menjadi saksi pertemuan penting dalam dunia seni rupa melalui sarasehan bertajuk "MERAWAT WASIAT." Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh ternama dalam seni rupa Indonesia, yaitu Nasirun, Dyan Anggraini, Zulfian Amarullah, dan Rain Rosidi. Sarasehan ini menarik perhatian banyak kalangan, terutama mahasiswa seni rupa, yang ingin memahami lebih dalam mengenai warisan seni rupa dan pengaruhnya terhadap generasi saat ini.

Tema sarasehan ini, "MERAWAT WASIAT," mencerminkan upaya untuk mengapresiasi dan melestarikan warisan seni rupa yang telah ditinggalkan oleh para seniman pendahulu. Diskusi yang berlangsung dalam acara ini tidak hanya mengeksplorasi bagaimana warisan tersebut mempengaruhi seniman-seniman kontemporer tetapi juga mengaitkannya dengan perubahan sosial, budaya, dan artistik yang terjadi dalam masyarakat saat ini.

Para narasumber yang dihadirkan dalam sarasehan ini merupakan figur-figur penting dalam dunia seni rupa Indonesia. Nasirun, yang dikenal dengan karya-karya lukisannya yang menggabungkan unsur tradisional dan kontemporer, berbicara tentang bagaimana pengaruh seni rupa dari masa lalu dapat diintegrasikan dalam praktik seni modern. Beliau menekankan bahwa seniman pendahulu memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi, sehingga menciptakan pemahaman mendalam terhadap sejarah seni rupa sebagai fondasi untuk menciptakan karya yang inovatif dan relevan.

“Dalam ingatan saya, rekam jejak para maestro seni rupa pendahulu rata-rata memiliki jiwa nasionalis yang kuat, mempunyai sandaran humanis untuk bangsa Indonesia lebih berkembang, sehingga dapat dirasakan oleh generasi saat ini” tutur Nasirun.

Dyan Anggraini, sosok yang akrab dengan dinamika seni rupa Yogyakarta, memberikan pencerahan mengenai sejarah Taman Budaya Yogyakarta. Sebagai mantan Kepala Taman Budaya Yogyakarta, beliau memiliki pandangan mendalam tentang potensi pengembangan institusi ini. Menurut Dyan, Taman Budaya Yogyakarta memiliki peran krusial dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya. Beliau menekankan pentingnya keberadaan galeri atau bahkan museum seni di Yogyakarta sebagai wadah untuk mengoleksi, memamerkan, dan melestarikan karya-karya seni.

"Yogyakarta sebagai barometer seni rupa seharusnya memiliki museum seni sendiri. Dengan adanya museum, karya-karya para pendahulu dapat terjaga dengan baik dan menjadi sumber inspirasi bagi generasi mendatang," ujar Dyan.

Zulfian Amrullah, seorang seniman yang dikenal dengan pendekatan eksperimentalnya, menggarisbawahi pentingnya menjaga warisan seni rupa di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Meskipun teknologi telah merubah banyak aspek dalam seni, esensi dari warisan seni rupa harus tetap dihargai dan diteruskan. Terkait dengan fenomena fasad dalam seni rupa, Amrullah mengamati bahwa fasad telah menjadi bagian integral dari sebuah karya atau pameran, terutama di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa fasad tidak hanya berfungsi sebagai tampilan visual, tetapi juga sebagai wadah untuk eksperimen dan inovasi. 

"Culture Indonesia suka dengan dekorasi sehingga mendorong kita, jika suatu pameran semakin besar maka perlu ada sesutau di depannya (Fasad). Ini juga bukan merupakan hal yang wajib tetapi kemudian ada yang pernah berinovasi, untuk selanjutnya akan ada keinginan untuk lebih dari yang sekarang dalam Nandur Srawung XI." tutur Zulfian.

Rain Rosidi, sebagai seorang kurator dan penulis, memberikan pandangan mendalam mengenai pentingnya kurasi dalam pameran seni untuk menjaga kualitas dan integritas warisan seni rupa. Rain menekankan bahwa pameran yang baik tidak hanya menampilkan karya seni tetapi juga menyajikan konteks historis yang memungkinkan memahami perjalanan dan peristiwa budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Melalui pameran seni rupa menciptakan perjalanan waktu yang mendalam, mengajak kita untuk menelusuri jejak sejarah dan peristiwa budaya yang terjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian, setiap karya seni yang dipamerkan tidak hanya berfungsi sebagai objek estetika, tetapi juga sebagai jendela yang membuka pemahaman lebih mendalam tentang identitas budaya kita sebagai bangsa."

Sarasehan ini juga salah satu bentuk publikasi kepada masyarakat akan berlangsungnya Pameran Nandur Srawung XI, yang mengangkat tema "Legacy: Wasiat" di Taman Budaya Yogyakarta. Pameran ini merupakan sebuah platform untuk merayakan warisan seni rupa Indonesia dengan menampilkan karya-karya dari seniman pendahulu yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap sejarah seni rupa di Indonesia dan dunia.

Pameran ini tidak hanya menjadi tempat untuk menikmati keindahan dan kedalaman karya seni yang menginspirasi, tetapi juga menjadi wadah eksplorasi bagaimana warisan seni rupa mempengaruhi seniman masa kini. Tema "Legacy: Wasiat" menggambarkan keinginan untuk memahami dan menghormati pengaruh yang telah dibangun oleh para seniman sebelumnya, serta bagaimana pengaruh tersebut dapat diterjemahkan ke dalam konteks sosial, budaya, dan artistik saat ini.

Pameran ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara generasi lama dan generasi baru, memungkinkan dialog yang konstruktif tentang bagaimana seni rupa dapat terus berkembang sambil tetap mempertahankan akar historisnya. Para pengunjung diundang untuk merenungkan bagaimana karya seni masa lalu dapat memberikan inspirasi dan wawasan untuk menciptakan karya yang relevan dan berdampak di zaman modern ini.

Sarasehan "MERAWAT WASIAT" dan Pameran Nandur Srawung XI merupakan inisiatif yang sangat penting dalam upaya menjaga dan mengembangkan warisan seni rupa Indonesia. Dengan melibatkan tokoh-tokoh terkemuka dan memfasilitasi diskusi serta pameran yang mendalam, acara ini mengajak semua pihak, terutama generasi muda, untuk lebih memahami dan menghargai warisan seni rupa yang telah ada. Dengan cara ini, kita tidak hanya merayakan masa lalu tetapi juga mempersiapkan masa depan seni rupa yang lebih kaya dan berwarna.