Yogyakarta (5/6/2024) - Ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta menjadi saksi gelaran sarasehan yang memukau, bertajuk "Sarasehan Kethoprak" dengan tema utama "MBIYAK KETHOPRAK". Acara yang dihadiri oleh para mahasiswa dan praktisi seni ini mengupas tuntas proses kompleks dalam merangkum naskah lakon, tembang, iringan, hingga menjadi sebuah pertunjukan yang memukau. 

Kethoprak, sebagai bentuk seni tradisional Jawa yang kaya akan nilai budaya, tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu terjalin erat dengan berbagai cabang seni lainnya seperti seni musik, seni tari, seni teater, hingga seni rupa. Pada intinya, Kethoprak adalah perwujudan dari kolaborasi dan komunalitas, bukan semata-mata karya individual.

Kontribusi Iringan dalam Keutuhan Pertunjukan, Pardiman S.Sn, seorang budayawan dan penggiat karawitan yang juga pendiri Omah Cangkem Mataraman, mengangkat pentingnya iringan dalam memperkuat sebuah pertunjukan Kethoprak. Iringan bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian yang tidak terpisahkan dalam menciptakan atmosfer dan mendukung emosi cerita yang disampaikan.

Theresia Wulandari S.Pd, atau dikenal dengan nama panggung Yu Shotil, seorang penari, pemain Kethoprak, dan pelawak wanita, membahas teknik cepat dalam memahami dan meresapi peran dalam Kethoprak. Kehadirannya memberi inspirasi tentang bagaimana aktor dapat menghayati dan mengkomunikasikan karakter melalui gerak tubuh dan ekspresi wajah.

Ari Purnomo, atau lebih dikenal sebagai Mbah Kenyut, seorang praktisi Kethoprak, penulis naskah, dan sutradara berpengalaman, mengungkapkan rahasia dalam pemilihan dan pemilahan naskah Kethoprak. Proses ini bukan hanya tentang memilih cerita yang menarik, tetapi juga memastikan bahwa naskah tersebut dapat diadaptasi secara efektif ke dalam pertunjukan.

Sarasehan ini tidak hanya sekadar diskusi akademis, tetapi juga merupakan wadah untuk mentransmisikan pengetahuan dan pengalaman kepada generasi penerus. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang proses "MBIYAK KETHOPRAK", diharapkan pertunjukan ini tidak hanya dipahami, tetapi juga dicintai oleh generasi muda.

Dengan demikian, sarasehan ini tidak hanya menjadi momentum untuk mendalami seni Kethoprak, tetapi juga sebagai wadah inspirasi bagi mereka yang peduli dan mencintai seni tradisional Indonesia. Semoga dari workshop ini, kita semua dapat merangkum, meresapi, dan mengapresiasi Kethoprak dengan lebih dalam dan menginspirasi bagi masa depan seni pertunjukan Indonesia.