(Yogyakarta, 7/10/2024) - Ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta menjadi saksi dari sebuah diskusi mendalam mengenai masa depan seni karawitan di era digital. Acara yang bertajuk "Karawitan Artifisial: Potensi & Regresi" ini diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta sebagai upaya untuk memahami bagaimana teknologi memengaruhi seni karawitan, baik dari segi potensi yang dihadirkannya maupun risiko yang mungkin timbul. Acara yang di hadiri oleh 50 orang lebih ini
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah mengalami transformasi yang pesat berkat kehadiran teknologi. Meski unsur teknologi telah ada sejak sebelum era digital, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mempercepat proses perubahan ini. Seni, sebagai salah satu elemen budaya, tidak luput dari pengaruh ini. Teknologi digital membuka banyak peluang untuk inovasi dalam berkesenian, di sisi lain, ada keprihatinan yang berkembang mengenai hilangnya esensi kolektivitas dan kedalaman dalam seni tradisional, termasuk karawitan.
Salah satu aspek positif dari kemajuan teknologi adalah efisiensi yang ditawarkannya. Dalam konteks seni karawitan, alat dan peralatan yang berat sering kali menjadi kendala bagi para pengkarya. Dengan teknologi digital, proses penciptaan karya seni menjadi lebih mudah dan cepat. Penggunaan teknik sampling dan alat musik digital memungkinkan para seniman untuk menciptakan karya tanpa harus tergantung pada banyak alat tradisional yang memerlukan ruang dan tenaga.
Lebih jauh lagi, fenomena kecerdasan buatan (artificial intelligence) juga membuka peluang baru. Dengan kemampuan untuk memproduksi aransemen musik hanya dengan memberikan perintah sederhana, AI memungkinkan seniman untuk mengeksplorasi ide-ide baru tanpa harus melalui proses yang panjang dan rumit. Ini bukan hanya menguntungkan bagi seniman individual, tetapi juga memberikan akses kepada lebih banyak orang untuk terlibat dalam penciptaan seni karawitan.
Dr. Anton Rustandi Mulyana, S.Sn., M.Sn., menggarisbawahi bahwa artifisial bukanlah hal baru dalam kehidupan kita. Beliau menyatakan, "Artifisial selalu menyertai hidup kita. Sifat dari artifisial itu dapat melengkapi maupun menambah fungsi, namun kembali kepada kita sebagai pengendali” ujar Dr. Anton. Pernyataan ini menegaskan pentingnya kesadaran dan kendali manusia terhadap teknologi yang ada, sehingga dapat digunakan secara bijak untuk memperkaya seni karawitan.
Namun, di balik potensi tersebut, terdapat kekhawatiran yang tidak bisa diabaikan. Salah satu dampak negatif yang paling mencolok adalah penurunan kemendalaman esensi kolektifitas dalam seni karawitan. Seni karawitan tradisional, yang biasanya melibatkan banyak orang dalam proses penciptaan dan pertunjukan, bisa kehilangan identitasnya ketika teknologi digital mengambil alih. Karya yang dihasilkan oleh algoritma atau perangkat lunak sering kali terasa kurang memiliki jiwa dan kedalaman, menciptakan jarak antara seniman dan karya mereka.
Gutami Hayu Pangastuti, S.Sn., menambahkan, "Kita tidak dapat menolak apapun yang hadir di antara kita, namun kita sebagai manusia juga perlu mengisi diri kita dengan hal-hal yang kritis untuk memilah. Intinya kita tidak perlu menolak maupun mendewakan sesuatu" tutur Gutami. Pernyataan ini menekankan pentingnya sikap kritis dalam menyikapi perkembangan teknologi, sehingga dapat diambil manfaat tanpa kehilangan esensi seni karawitan.
Seni dan budaya telah beradaptasi dengan perubahan selama ribuan tahun, dan ini adalah waktu yang tepat untuk mengakrabkan diri dengan teknologi khususnya dalam seni karawitan. Paksi Raras Alit menegaskan, "Kita selama ribuan tahun sudah diajarkan untuk menyikapi perubahan dalam kebudayaan dengan mengakrabi teknologi, yang niscaya kita dapat memperkaya nilai kebudayaan itu sendiri." Pernyataan ini mencerminkan optimisme bahwa dengan pendekatan yang tepat, teknologi dapat menjadi alat untuk memperkaya seni karawitan, bukan sebaliknya.
Acara ini menjadi penting tidak hanya bagi para praktisi seni karawitan, tetapi juga bagi masyarakat luas yang peduli terhadap perkembangan budaya. Dengan memahami potensi dan regresi yang dihadirkan oleh teknologi, kita dapat merumuskan strategi untuk menjaga keberlanjutan seni karawitan di Yogyakarta. Harapan besar agar melalui diskusi ini, kita bisa menemukan jalan tengah yang menguntungkan bagi semua pihak dan menjaga agar seni karawitan tetap relevan di era digital ini.