(Yogyakarta, 12/10/2025) — Dalam rangkaian pameran seni rupa Nandur Srawung #12 bertema “Eling | Awakening”, sebuah lokakarya bertajuk “Eling Ambegan: Lokakarya di atas Daun Dala” diselenggarakan di Teras Nandur Waras, Gedung Societet Militaire, pada Minggu (12/10). Workshop ini menjadi ruang bagi peserta untuk menepi sejenak dari hiruk pikuk keseharian, menarik napas, dan menemukan kesadaran mendalam melalui praktik kreatif.
Belajar Seni Tulang Daun sebagai Terapi
Lokakarya ini dipandu oleh tim Daundala Awicarita, yakni Prapti Alpandi dan Rangga Anindita. Para peserta diajak mengenal seni tulang daun, proses pengawetan daun yang kemudian digunakan sebagai media gambar dengan Daundala Drawing Kit.
Sejak awal sesi, suasana terasa hangat. Peserta dari berbagai latar belakang tampak antusias mendengarkan kisah pribadi Prapti Alpandi, yang bangkit dari keterpurukan setelah didiagnosis mengalami penyempitan pembuluh darah ke ginjal. Berbekal latar belakang pendidikan Biologi, ia menemukan kembali semangat hidup melalui seni.
Filosofi di Balik Proses Menyikat Daun
Setelah mendengarkan kisah inspiratif tersebut, peserta diajak melakukan reflektif drawing dan praktik menyikat daun kupu-kupu serta daun bodhi yang telah direndam.
Menurut Prapti, proses menyikat daun bukan sekadar teknik, melainkan cerminan langsung dari kondisi emosi dan kendali diri.
“Satu dua kadang tidak terasa, tapi ketika sudah empat atau lima, kita takut sekali sobek. Ini tentang apresiasi dan kenangan yang muncul karena ketenangan. Kalau menyikat daun secara halus, berarti kontrol emosinya baik. Tapi kalau daunnya sobek, itu artinya kendali emosi sedang labil,” ujar Prapti Alpandi.
Kanvas Daun sebagai Ruang Ekspresi Diri
Usai proses menyikat, peserta diarahkan untuk menggambar di atas kanvas daun yang telah dikeringkan. Mereka diberi kebebasan penuh mengekspresikan diri melalui gambar sederhana sesuai isi hati. Prapti menjelaskan bahwa sesi ini bukan hanya menggambar, tetapi juga sarana menyelami diri sendiri.
“Kita tidak hanya menggambar, tapi ngajak teman-teman untuk menyelami diri sendiri. Bebas, teman-teman mau bercerita apa lewat gambar,” jelasnya.
Di sela kegiatan, Prapti juga menunjukkan bagaimana karya-karya dari daun tersebut dapat dikreasikan menjadi kap lampu, pembatas buku, hingga dekorasi bunga.
Harapan untuk Terus “Eling Ambegan” dalam Keseharian
Lokakarya ditutup dengan sesi berbagi, di mana setiap peserta menceritakan makna dan refleksi pribadi yang mereka tuangkan di atas daun. Rangga Anindita berharap agar pengalaman ini tidak berhenti di ruang lokakarya.
“Harapannya, teman-teman yang ikut sesi Daundala Awicarita ini bisa mengaplikasikan apa yang didapat di sini dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Rangga.
Prapti menambahkan bahwa Eling Ambegan semestinya menjadi bagian dari keseharian.
“Eling Ambegan-nya enggak cuma di sini, tapi dilanjut di kehidupan sehari-hari. Eling bagaimana makan, tidur, olahraga, dan bersyukur,” tutur Prapti.
Kesan positif juga datang dari Tika, salah satu peserta:
“Kegiatannya super seru! Aku dapat insight yang lebih powerful lagi. Ternyata mengenal diri sendiri itu penting, dan yang ada harus disyukuri. Yang paling aku ingat: jangan lupa untuk bernapas,”ungkapnya.
Menanam Kesadaran Lewat Daun
Melalui lokakarya Eling Ambegan: Lokakarya di atas Daun Dala, peserta tak hanya memperoleh keterampilan baru dalam seni tulang daun, tetapi juga diajak melakukan refleksi dan praktik mindfulness. Sejalan dengan semangat Nandur Srawung #12, kegiatan ini menjadi ruang transformatif untuk menumbuhkan kesadaran, apresiasi, dan rasa syukur yang diharapkan terus hidup dalam keseharian para peserta.