(Yogyakarta, 26/10/2024) - Acara "Ekspresi Seni Kontemporer: Lintas Generasi" telah berlangsung meriah di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pada 25 Oktober 2024, menampilkan empat koreografer berbakat yang menyuguhkan beragam karya dengan pesan mendalam. Kegiatan ini menjadi sebuah momen penting untuk merayakan keragaman dan kekayaan seni di Indonesia, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Acara ini dibuka secara resmi oleh Dra. Purwiati, Kepala Taman Budaya Yogyakarta, bersama Cahyo Hidayat, S.H., M.Si., Sekretaris Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY. Dalam sambutannya, Dra. Purwiati menekankan pentingnya kolaborasi antara seniman dari berbagai generasi, yang masing-masing membawa perspektif unik berdasarkan pengalaman hidup mereka.

“Dengan menampilkan penata tari dari rentang usia 20 hingga 50 tahun, acara ini berhasil menggambarkan bagaimana seni dapat menjadi jembatan antara generasi, memperkaya dialog dan saling memahami melalui karya yang lahir dari kepekaan terhadap lingkungan sosial dan budaya,” tutur Dra. Purwiati.

Beliau juga menambahkan kegiatan ekspresi seni lintas generasi ini dapat menumbuhkan semangat berkarya dan proses kreatif seniman kontomperer lintas generasi.

“Harapan kami (TBY) kegiatan ini dapat menumbuhkan semangat berkarya dan proses kreatif untuk seniman kontemporer yang banyak berkembang di Daerah Istimewa Yogyakarta,” tambahnya Dra. Purwiati selaku Kepala Taman Budaya Yogyakarta. 

Cahyo Hidayat, S.H., M.Si., Sekretaris Dinas Kebudayaan DIY, mengungkapkan pentingnya peran masyarakat dengan pemerintah dalam mendukung acara seperti "Ekspresi Seni Kontemporer: Lintas Generasi."

"Dinas Kebudayaan DIY berkomitmen untuk menyediakan wadah bagi seniman dalam mengekspresikan kreativitas mereka salah satunya melalui UPT Taman Budaya Yogyakarta. Acara ini adalah salah satu upaya kami untuk mendorong pengembangan seni dan budaya di Yogyakarta, yang dikenal sebagai pusat kreativitas,” tutur Cahyo Hidayat.

Beliau menambahkan, "Melalui kegiatan ini, kami ingin memperkuat hubungan antara generasi muda dan senior dalam dunia seni kontemporer, sehingga tercipta sinergi yang positif. Kami percaya bahwa dukungan dari pemerintah sangat penting untuk menjaga keberlanjutan seni kontemporer dan memastikan bahwa nilai-nilai budaya kita tetap hidup dan berkembang,” ujar Cahyo Hidayat selaku Sekretaris Dinas Kebudayaan DIY.

Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah "Begalan" karya Ganggas Hatma. Karya ini terinspirasi dari adegan begal dalam tokoh pewayangan Jawa. Melalui karyanya, Ganggas menggambarkan perjalanan manusia yang dipenuhi rintangan dan godaan. "Mimpi adalah tujuan manusia untuk memulai sebuah perjalanan," ujar Ganggas, menekankan bahwa setiap langkah dalam perjalanan hidup harus dihadapi dengan keberanian. Dalam konteks ini, "Begalan" bukan hanya sekadar tantangan, melainkan juga sebuah proses pembelajaran untuk mengatasi musuh terberat, yaitu diri sendiri. Karya ini menunjukkan bahwa dengan ketekunan, setiap individu bisa menjadi pemenang dalam pertempuran melawan berbagai "begalan" yang menghalangi jalan menuju impian.



Karya lain yang menarik perhatian adalah "Ruang Renjana" karya Arjuni Prasetyorini. Dalam karya ini, Arjuni menjelajahi kompleksitas kehidupan sebagai seorang perempuan melalui empat segmen penampilan. Setiap segmen menawarkan ruang refleksi yang unik, mulai dari pengamatan terhadap alam hingga eksplorasi diri. Melalui tarian, Arjuni mengartikulasikan negosiasi emosional yang dihadapi oleh seorang perempuan, menciptakan dialektika antara kekuatan dan kerentanan. "Ruang Renjana" adalah sebuah karya yang mendalam, menampilkan eksistensi perempuan yang berani menantang stereotip dan mengungkapkan pengalaman hidupnya secara jujur.

Anter Asmorotedjo turut menyumbangkan karyanya yang berjudul "Mangsa Kala Mangsa". Karya ini terinspirasi oleh pranoto mangsa, warisan nenek moyang yang mengajarkan manusia untuk memahami tanda-tanda alam. Dalam karyanya, Anter mengajak penonton untuk merenungkan hubungan antara manusia dan bumi. Ia menunjukkan bahwa bumi bukan hanya sumber kehidupan, tetapi juga saksi perjalanan manusia. Dengan pemanasan global dan kerusakan lingkungan yang semakin meningkat, "Mangsa Kala Mangsa" menjadi sebuah seruan untuk kembali kepada kearifan lokal dan menjaga harmoni alam. Anter menggugah kesadaran kita akan pentingnya melestarikan tradisi yang telah terbukti mampu menjaga keseimbangan ekosistem.

MM Ngatini menghadirkan karya berjudul "Prapatan", yang menggambarkan pertemuan berbagai aspek kehidupan melalui simbol simpang empat. Dalam karyanya, MM mengekspresikan perpotongan antara berbagai kehendak dan emosi dalam diri manusia. Warna merah, kuning, hitam, dan putih merepresentasikan berbagai jalan hidup yang saling berebut dominasi. Dalam kerumitan kehidupan ini, penonton diajak untuk merenungkan siapa yang benar-benar memegang kendali. "Prapatan" menciptakan ruang bagi penonton untuk introspeksi dan menemukan makna sejati dari perjalanan hidup mereka sendiri.

Secara keseluruhan, acara "Ekspresi Seni Kontemporer: Lintas Generasi" berhasil menjadi platform bagi para seniman untuk mengekspresikan pemikiran dan pengalaman mereka. Dengan berbagai karya yang ditampilkan, acara ini tidak hanya merayakan keindahan seni, tetapi juga mengajak masyarakat untuk berpikir lebih dalam tentang hubungan antara manusia, budaya, dan alam. Dalam setiap gerakan dan cerita yang disampaikan, tersimpan harapan untuk menjalin kembali hubungan harmonis antara generasi yang berbeda serta antara manusia dengan lingkungan. Melalui seni, kita dapat terus belajar dan saling memahami, menciptakan masa depan yang lebih baik untuk kita semua.