(Yogyakarta, 24/09/2024) - Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah lama dikenal sebagai pusat budaya, seni, dan festival. Dari festival kethoprak hingga festival kuliner tradisional, beragam acara merayakan kekayaan warisan budaya Yogyakarta. Namun, di tengah kemeriahan tersebut, ada satu kesenian yang tampaknya terabaikan: Dagelan Mataram. Kesenian ini bukan hanya menjadi cerminan budaya lokal, tetapi juga merupakan warisan tak benda yang harus dilestarikan. Mengingat kondisi saat ini, sangat penting untuk menyelenggarakan Festival Dagelan Mataram sebagai upaya regenerasi dan revitalisasi seni ini.

Regenerasi pelaku seni Dagelan Mataram menjadi salah satu tantangan utama. Saat ini, hanya ada sedikit pendagel yang tersisa. Nama-nama seperti Marwoto Kawer, Yati Pesek, dan Mbah Waluyo merupakan sosok-sosok yang masih aktif, tetapi angkatan muda yang dapat meneruskan tradisi ini sangat minim. Pendagel termuda seperti Srundeng dan Ari Purnomo yang lahir pada tahun 1974 kini telah berusia 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada cukup banyak pendagel muda yang muncul untuk melanjutkan tradisi ini.

Kondisi ini memprihatinkan, apalagi jika kita mengingat bahwa Dagelan Mataram adalah bagian integral dari kebudayaan Yogyakarta. Tanpa adanya generasi penerus, kemungkinan besar kesenian ini akan punah. Festival Dagelan Mataram dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi tantangan ini. Melalui festival, generasi muda, terutama Gen Z, dapat diperkenalkan pada kesenian ini dan termotivasi untuk menjadi bagian dari tradisi yang kaya ini.

Menyelenggarakan Festival Dagelan Mataram memiliki potensi besar untuk menghidupkan kembali minat terhadap seni ini. Festival bukan hanya sekadar acara, tetapi juga sarana edukasi dan promosi. Melalui festival, masyarakat bisa lebih mengenal dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Dagelan Mataram. Dengan menghadirkan berbagai pertunjukan, workshop, dan diskusi, festival ini dapat menarik perhatian masyarakat luas.

Misalnya, Festival Kethoprak yang telah berhasil menghidupkan kembali minat generasi muda terhadap seni teater tradisional. Keberhasilan ini membuktikan bahwa dengan dukungan dari pemerintah dan komunitas, festival dapat mengubah paradigma dan mendorong regenerasi pelaku seni. Dengan cara yang sama, Festival Dagelan Mataram dapat menjadi platform yang memberikan ruang bagi para pendagel muda untuk tampil dan berinteraksi dengan penonton.

Dalam sarasehan yang digelar pada 24 September 2024 di ruang seminar Taman Budaya Yogyakarta, beberapa tokoh penting dari dunia Dagelan Mataram berbagi pandangan mereka mengenai pentingnya festival ini.

Wening Susila, ST, penggiat seni tradisi dari Gunungkidul, berbagi pengalaman tentang "Sulitnya Membuat Acara Festival Dagelan Mataram di Daerah." Beliau mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam mengorganisir acara semacam ini, mulai dari dukungan dana hingga kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesenian tradisional. 

“Adanya festival Dagelan Mataram akan memberikan dampak positif, tidak hanya bagi pelaku seni tetapi juga bagi masyarakat umum. Festival ini bisa menjadi wadah untuk edukasi, rekreasi, dan interaksi sosial. Pemerintah daerah juga perlu berperan aktif dalam mendukung penyelenggaraan festival ini, tidak hanya dalam hal pendanaan tetapi juga dalam hal promosi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya kesenian tradisional” tutur Wening Susila.

Sumarwata (Marwoto Kawer), seniman dan budayawan senior, menegaskan bahwa Dagelan Kuwi Ketoke Gampang, Nanging Ora Isa Digampakake. Artinya, meskipun Dagelan tampak sederhana, menciptakannya memerlukan pemahaman mendalam tentang konteks sosial dan budaya. Beliau berharap festival ini dapat menjadi ruang belajar bagi generasi muda.

“Dagelan itu kelihatanya mudah, semua orang lihat bisa dilakukan tapi ketika naik panggung semuanya berbeda. Dalam seni dagelan yang penting adalah etika, dan menggunakan bahasa yang komunikatif dan sopan apalagi dalam festival tidak semua tau bahasa jawa makanya digunakan bahasa yang sesuai supaya orang yang menonton tidak jenuh. Saya berharap di Yogyakarta segera diadakan Festival Dagelan Mataraman, biar selalu ada kegiatan yang menjembatani tua dan muda mengenai Dagelan ini” ujar Marwoto.

Wisben Antoro, Ketua PASKI DIY, menambahkan bahwa "Menjadi Pendagel dari Lomba ke Lomba" bukan hanya sekadar mencari prestasi, tetapi juga membangun jaringan antar seniman. Festival Dagelan Mataram diharapkan dapat menjadi platform untuk mendukung pendagel baru agar bisa tampil dan berkompetisi.

“Salah satu langkah awal yang bisa diambil adalah dengan mengadakan lomba Dagelan di tingkat lokal, diikuti oleh seminar dan workshop bagi generasi muda. Dengan demikian, akan ada transfer pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu melestarikan Dagelan Mataram” ujar Wisben Antoro.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta berada dalam Darurat Festival Dagelan Mataram. Kesenian ini perlu dihidupkan kembali melalui festival yang tidak hanya merayakan tetapi juga mengedukasi. Ini adalah kesempatan untuk menggugah minat generasi muda agar lebih mengenal dan mencintai budaya lokal.

Dengan mengadakan festival Dagelan Mataram, kita tidak hanya melestarikan kesenian ini tetapi juga merawat identitas budaya Yogyakarta. Mari kita dukung pelaksanaan festival ini sebagai bagian dari upaya kita untuk menjaga warisan budaya yang sangat berharga. Ketika generasi muda terlibat, maka akan lahir pendagel-pendagel baru yang siap meneruskan tradisi ini ke masa depan.