(Yogyakarta, 07/11/2025) — Suasana meriah, hangat, dan penuh ekspresi kembali menyelimuti Gedung Societeit Militaire, Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Jumat (07/11/2025). Hari ketiga rangkaian Pameran dan Pentas Akhir Bimbingan Seni Art for Children (AFC) 2025, antusiasme peserta dan penonton tetap tinggi menandai kelanjutan dari perayaan kreativitas anak. 

Hari ketiga ini menjadi panggung bagi anak-anak peserta bimbingan seni untuk menampilkan talenta mereka melalui Tari Klasik, Sastra, dan Pantomim. Peserta dari berbagai kelompok usia menyajikan karya yang memadukan keindahan gerak, kedalaman filosofi, dan pesan yang kuat. 

Suasana terasa hangat saat Reyna Arum membuka rangkaian acara. Dengan pembawaan yang komunikatif dan penuh energi, ia berhasil mencairkan suasana panggung, mengajak seluruh penonton dan orang tua larut dalam kebanggaan menyaksikan talenta anak-anak peserta bimbingan seni. 

Keanggunan dan Filosofi Tari Klasik

Pertunjukan pertama dibuka oleh AFC Tari Klasik dengan membawakan Tari Nawung Sekar. Tarian anggun Gaya Yogyakarta ini adalah tarian dasar putri, khusus untuk anak-anak dengan gerakan yang sederhana, diiringi Gending Lancaran. Gerak yang lembut dan ekspresi anggun para penari cilik berhasil memukau penonton. 

Selanjutnya, tampil Tari Langan Puspitasari yang sarat akan makna filosofi. Kata langan atau lelengan merujuk pada “dolanan” (bermain), puspita (bunga), dan sari (inti). Tarian ini menggambarkan fase transisi seorang anak remaja atau wanita yang sedang beranjak dewasa. Penampilan ini tidak hanya menyajikan keindahan gerak, tetapi juga memberikan edukasi visual tentang filosofi pertumbuhan wanita muda dalam budaya tradisional.

Simbol Regenerasi Sastra dan Lakon “Wayang Gembira untuk Anak Indonesia”

Setelah penampilan dua tari klasik, acara dilanjutkan dengan seremoni penyerahan buku sastra. Purwiati, Kepala Taman Budaya Yogyakarta, menyerahkan buku “Wayang Gembira” kepada perwakilan AFC Sastra. Prosesi ini merupakan simbol regenerasi dan apresiasi terhadap pengembangan sastra anak, menegaskan komitmen terhadap pengembangan sastra yang merefleksikan pandangan dan harapan anak-anak Yogyakarta bagi masa depan. 

Selepas seremoni, para penonton diajak untuk menyimak lakon “Wayang Gembira untuk Indonesia”. Pementasan ini adalah perwujudan dari buku yang telah diserahkan, menyajikan perenungan yang merangkum pandangan dan kalimat-kalimat terbaik anak-anak Yogyakarta mengenai Indonesia. Karya ini dimaknai sebagai doa ketulusan untuk senantiasa bersemangat dan bergembira melalui medium bercerita. 

Pantomim “Suku Air Selatan” Tutup Rangkaian dengan Pesan Lingkungan

Pentas Akhir AFC hari ketiga mencapai puncak dengan sajian seni yang mengandalkan gerak dan ekspresi non-verbal dari AFC Pantomim yang berjudul “Suku Air Selatan”. 

Kisah ini menampilkan warga hutan yang panik menghadapi bahaya musim kering, lalu dihadapkan pada proyek besar berupa perusakan dan penghancuran oleh sekelompok orang. Melalui keahlian gerak tubuh peserta, pementasan ini menyuguhkan cerita yang mengungkap bahwa proyek dipandang negatif ternyata bertujuan membangun bendungan demi menyelamatkan hutan dan menjamin cadangan air. 

Dengan gerak tubuh yang lincah dan ekspresi non-verbal yang kaya, pementasan berhasil menyampaikan kisah kepada penonton anak-anak dan orang dewasa. Usai pementasan, pengampu AFC Pantomim, Andung menyampaikan apresiasi mendalam kepada para pemain yang telah berjuang dan berlatih keras. 

“Terima kasih atas segala waktu, karya kreatif, pikiran, tenaga, dan segala talent yang kita sebar pada sore hari ini,” ujarnya, seraya menutup dengan harapan, “Sampai jumpa lagi. Semoga lebih baik.”

Apresiasi Publik: Kreativitas Anak Membangkitkan Kebanggaan

Antusiasme dan kesan mendalam dirasakan oleh pengunjung, termasuk Mona dan Valeska, mahasiswa di Yogyakarta. Mereka menyoroti penampilan, AFC Pantomim, sebagai yang paling menarik. 

“Selain tema ceritanya menarik, lagu-lagu keren banget dan pas untuk ending-nya,” ujar Mona. 

Valeska menambahkan bahwa penampilan pantomim memberikan interaksi yang lebih intens karena pemain berjalan di dekat penonton, menjadikannya inovasi yang berbeda. Mereka berdua mengaku merasa senang dan bangga melihat banyak anak-anak Indonesia yang tertarik dengan seni dan budaya. 

“Aku merasa bangga sekali lihatnya, karena ternyata anak-anak bisa kreatif ini,” tutup Mona.

Komitmen TBY Buka Masa Depan Seni Anak

Pentas Akhir Bimbingan Seni Art for Children (AFC) 2025 bukan sekadar bagian dari rangkaian acara, melainkan sebuah penegasan akan potensi seni di kalangan anak-anak. AFC 2025 telah membuktikan bahwa seni adalah medium yang kuat untuk membentuk karakter, menanamkan nilai-nilai budaya, dan mengasah daya kreativitas anak-anak. Melalui program ini, Taman Budaya Yogyakarta (TBY) kembali menegaskan komitmennya untuk memfasilitasi talenta muda, demi masa depan seni dan budaya Indonesia yang lebih cerah.